Oleh : Ust. Amirul Kufuwan N, S.Pd
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kita kesempatan untuk berkumpul di majelis yang penuh berkah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta kita semua sebagai umatnya.
Pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi kisah yang mengandung pelajaran penting mengenai tabayun, yaitu sikap klarifikasi atau memastikan kebenaran informasi sebelum menilai atau mengambil tindakan.
Kisah ini terjadi antara Rasulullah SAW dan istrinya, Aisyah RA. Pada suatu ketika, tersebar kabar yang menimbulkan kesalahpahaman di antara mereka berdua. Kisah ini dikenal dengan Haditsul Ifk—kisah fitnah yang ditujukan kepada Aisyah.
Ceritanya bermula ketika Aisyah ikut serta dalam sebuah perjalanan bersama Rasulullah dan para sahabat. Namun, di tengah perjalanan, Aisyah tertinggal dari rombongan karena ia pergi untuk memenuhi hajatnya. Saat kembali, Aisyah mendapati rombongan sudah berangkat. Ia tertinggal dan menunggu di tempat tersebut. Datanglah seorang sahabat, Shafwan bin Mu’attal, yang kemudian membawa Aisyah dengan untanya untuk menyusul rombongan.
Peristiwa ini dijadikan bahan fitnah oleh orang-orang munafik, yang menyebarkan desas-desus bahwa Aisyah dan Shafwan berbuat tidak senonoh. Fitnah ini menimbulkan kegemparan di kalangan umat Islam, bahkan sampai membuat Rasulullah SAW merasa galau. Selama beberapa waktu, Aisyah pun merasakan tekanan batin yang berat akibat fitnah tersebut.

Namun, yang luar biasa dari kisah ini adalah bagaimana Rasulullah SAW menyikapinya. Beliau tidak langsung mempercayai kabar tersebut. Beliau menahan diri, tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Rasulullah menunggu wahyu dari Allah SWT dan berusaha mencari kebenaran melalui tabayun. Hingga akhirnya, turunlah wahyu yang membebaskan Aisyah dari segala tuduhan dan membersihkan namanya dari fitnah.
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nur ayat 11, yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan itu adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya, dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam menyebarkan berita bohong itu baginya azab yang besar.”
Kisah ini memberikan pelajaran penting bahwa dalam menghadapi berita atau kabar, kita tidak boleh langsung percaya begitu saja, apalagi jika itu menyangkut kehormatan seseorang. Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk tabayun—memastikan terlebih dahulu kebenaran informasi sebelum mengambil keputusan. Ini adalah cermin dari akhlak mulia, menjaga kehormatan dan kesucian hati dalam bersikap.
Hikmah dari kisah ini:
- Jangan mudah mempercayai desas-desus atau gosip.
- Klarifikasi terlebih dahulu setiap kabar yang diterima.
- Sikap sabar dan menahan diri sangat penting dalam menghadapi fitnah.
- Menjaga kehormatan orang lain adalah tanggung jawab kita sebagai umat Islam.
Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kisah ini dan selalu mengedepankan tabayun dalam setiap langkah hidup kita, sehingga terhindar dari fitnah dan kesalahpahaman.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.