Lompat ke konten
Beranda » Iman, Ihsan, dan Islam

Iman, Ihsan, dan Islam

Islam: Ketundukan untuk mewujudkan hidup baik di dunia dan akhirat

Islam adalah ketundukan kepada Allah yang mengungkapkan kehendak-Nya dalam 3 ayat: qauliyyah, kauniyyah dan tarīkhiyyah, yang menjadi mental kesadaran Muslim. Kesadaran adalah realitas primer yang ekspresi kesadaran “Islam” ini di antaranya adalah ketaatan yang disertai dengan ketundukan puncak yang disebut ibadah. Hadis dari Umar menjelaskan “Islam” dalam pengertian ketundukan dengan ibadah ini yang kemudian populer disebut sebagai rukun Islam dan dalam Muhammadiyah disebut ibadah khāṣṣah.

Syahadat merupakan Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal berislam dengan ketundukan pikiran. Shalat adalah Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal moralitas publik menyebarkan kedamaian, rahmat Allah dan berkat-Nya (makna shalat diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam). Sedangkan Zakat yaitu Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal kesejahteraan sosial (al-Taubah, [9]: 103) dengan mewujudkan al-namā’ wa al-rāī’ (masyarakat yang tumbuh, berkembang, subur dan indah).

Sementara itu, Puasa adalah Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang menjadi pangkal kecerdasan emosional, pengendalian diri (al-Baqarah, [2]: 183). Dan Haji ialah Ibadah khāṣṣah puncak ketundukan yang membuktikan kesetiaan (walā’) kepada Allah dan menjadi pangkal kesetiaan kepada agama, negara dan keluarga yang ekspresinya setia membela nasib hamba-Nya (haji mabrur adalah menyebarkan kedamaian dan memberi makan kepada yang kelaparan)

Iman: Keyakinan untuk mewujudkan hidup baik di dunia dan akhirat

Iman dalam bahasa arab dibentuk dari satu kata yang kata kerja intransitifnya amina-ya’manu dan maṣdar-nya amnan {ṭuma’ninatun nafsi wa zawāl al-khaufi: tenteramnya jiwa (damai) dan tiadanya ketakutan (aman)}, amanan (al-ḥālah allatī yakūnu ‘alaihā al-insān: keadaan aman dan damai yang dialami manusia) dan amānatan (mā ya’manu ‘alaihi al-insān: sesuatu yang menjadi dasar manusia merasa aman dan damai). Iman merupakan maṣdar dari kata kerja transitifnya sehingga jika dipahami dari asal bahasanya pengertian iman adalah kepercayaan yang potensial membuat aman dan damai dan aktual membuat manusia merasa aman dan damai serta aktual membuat manusia memiliki amanah atau trust dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan kehidupan dengan alam. Dalam Q.S. al-Baqarah, [2]: 256 iman kepada Allah dilawankan dengan pengingkaran kepada ṭāgūt dan dalam hadis riwayat Khalifah Umar, iman terdiri atas 6 rukun:

  1. Iman kepada Allah adalah kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan integritas (anti ṭāgūt berupa syetan), integrasi sosial (anti ṭāgūt berupa Fir’aun dan tokoh-tokoh perusak perdamaian) dan rasionalitas (anti ṭāgūt berupa dukun/kāhin).
  2. Iman kepada Malaikat : kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pengendalian hidup melalui kontrol yang
  3. Iman kepada kitab suci : kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan peradaban maju.
  4. Iman kepada para rasul : kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pembebasan kesengsaraan hidup di dunia dan
  5. Iman kepada Hari Kiamat: kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan pertanggungjawaban dalam
  6. Iman kepada qadar: kepercayaan yang menjadi pangkal mewujudkan usaha-usaha sesuai dengan kodrat (kodrat manusia: kodrat wujud, kodrat eksistensi dan kodrat potensi) dan terukur

Ihsan: Pengabdian untuk Mewujudkan Hidup Baik di Dunia dan Akhirat

Dalam hadis di atas ihsan diberi pengertian: an ta’bud Allah ka annaka tarāhu fa in lam takun tarāhu fa innahu yarāka. Ta’bud adalah kata kerja yang maṣdar-nya bisa ‘ibādah (pengertiannya telah disebutkan di atas) yang hanya dilakukan kepada Allah dan juga bisa ‘ubūdiyyah yang berarti penghambaan atau pengabdian sehingga bisa dilakukan kepada Allah dan kepada yang lain (manusia, negara dan lain-lain).

Dengan memperhatikan kedudukan manusia di bumi sebagai hamba dan khalifah Allah yang harus menyelenggarakan kehidupan atas nama-Nya, membawa nama-Nya dan dengan memohon berkat- Nya, ta’bud dalam hadis tersebut bermakna pengabdian. Pengabdian manusia kepada Allah dengan kedudukan itu dilaksanakan dengan peran-peran sebagait: pribadi, hamba Allah, anggota keluarga, warga komunitas, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia.

Sumber : Fiqh Zakat Kontemporer Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah